Pelajaran dari Hiruk Pikuknya PSB 2006 2 Mengkoreksi Langkah dan Kebijakan Rayonisasi PSB
Perburuan Sekolah Favorit sekaligus menjadi fenomena yang harus dibanggakan karena itu menunjukkan betapa kesadaran masyarakat akan kebutuhan pendidikan berkualitas sudah cukup baik. Namun pada saat yang sama kita dihadapkan pada realita yang sangat memprihatinkan. Dimana jumlah sekolah favorit di Surabaya ini secara umum tidak mengalami penambahan yang signifikan yang mengakibatkan berkumpulnya anak-anak berprestasi baik mendaftar di sekolah-sekolah tertentu, semisal di sekolah kompleks.
Lalu kemudian ada suatu pernyataan yang muncul menyikapi kondisi ini. Bagaimana mungkin nanti bisa terjadi pemerataan kualitas pendidikan di semua kawasan sementara putra-putri terbaiknya semua terkumpul di sekolah kompleks dan beberapa sekola di pusat kota saja. Lalu apa gunanya Rayonisasi ini kemudian.
Di sisi lain juga ada yang komentar, kalau dibatasi dengan Rayonisasi PSB, bagaimana kita bisa memberikan kemerdekaan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan pendidikan berkualitas. Bukankah ini adalah diskriminasi? Dan seterusnya.
Konsekuensi Kebijakan
Dalam hal merespons realita seperti di atas, maka Pemerintah kota Surabaya harus berani melakukan evaluasi kebijakannya terkait dengan Sekolah Kawasan. Pemkot harus mampu mendesain secara serius pembangunan sekolah kawasan ini dengan tahapan yang benar dan logis, agar tidak terjadi “blunder” yang merugikan masyarakat. Ada sedikit catatan dalam hal implementasi Sekolah Kawasan yang dituangkan dalam kebijakan rayonisasi PSB yang kelihatan terkesan tergesa-gesa. Bagaimana tidak dibilang tergesa, pada saat pemerataan mutu belum dilaksanakan secara optimal di setiap kawasan, sudah ada pembatasan dengan rayonisasi. Nah hal demikian ini akan mudah memicu kekecewaan masyarakat dan membawahnya pada isu pembatasan atau bahkan diskriminasi.
Bahkan sementara orang justru memahami bahwa Rayonisasi PSB itu bertujuan untuk memeratakan kualitas pendidikan di semua kawasan. Nah kalau memang yang diinginkan Pemkot adalah demikian, maka ini adalah suatu logika yang terbalik. Seolah kewajiban pemerataan kualitas pendidikan itu diserahkan pada anak-anak didik yang tadinya berprestasi baik. Padahal mereka itu adalah obyek dalam hal mendapatkan pelayanan pendidikan bermutu.
Mestinya kebijakan Rayonisasi PSB yang menjadi kewajiban bagi masyarakat untuk mengikutinya itu baru diimplentasikan setelah upaya pemerataan kualitas dilaksanakan secara maksimal. Sehingga masyarakat setidaknya merasa telah tercukupi hak mendapatkan pelayanan bermutu di wilayah/kawasan dimana dia tinggal.
Untuk itu, karena kebijakan Rayonisasi PSB sudah digulirkan, maka kedepan harus ada langkah-langkah dan kebijakan strategis agar terjadi percepatan pemerataan kualitas pendidikan di setiap rayon/kawasan. Paling tidak ada 5 kebijakan/langkah yang harus diambil oleh Pemkot Surabaya:
1. Pertama, anggaran pendidikan harus ditingkatkan sehingga mencapai angka 20% dari APBD sebagaimana diamanahkan di UU Sisdiknas dan UUD 45 (yang sudah diamandemen).
2. Kedua, upgrading tenaga pengajar dengan berbagai kegiatan yang benar-benar berorientasi pada peningkatan kualitas guru, dan bukan hanya berorientasi pada terlaksananya kegiatan pelatihan untuk guru. Perlu diketahui bahwa sampaiu dengan tahun ini hampir disetiap tahun anggaran ada kegiatan pelatihan untuk guru di APBD, tapi kenapa kok belum bisa mendongkrak kulitas/mutu pendidikan?
3. Ketiga, mutasi guru ke sekolah lain harus juga dilakukan bukan dalam konteks memberi hukuman atas kesalahan. Tetapi mutasi gurus juga harus dilakukan dalam konteks pemerataan guru berkualitas ke sekolah-sekolah yang harus ditumbuhkan kualitasnya. Dalam hal ini harus juga dibangun PARADIGMA BARU untuk mutasi guru di kalangan guru, mengingat sampai hari ini telah ada stigma bahwa kalau seorang guru dimutasi bukan pada jabatan yang lebih tinggi itu adalah hukiuman.
4. Keempat, seleksi kepala sekolah yang proporsional dan mengedepankan pada memilih seorang yang punya integritas, kapasitas dan visi membangun kualitas pendidikan. Seleksi kepala sekoloah tidak boleh dikotori oleh nuansa like & dislike, kedekatan personil, pertemanan dan lain-lain, yang mengabaikan kebutuhan menemukan orang yang tepat. Sudah saatnya seleksi kepala sekolah dilakukan secara terbuka, bisa diikuti oleh masyarakat, bahkan kalau perlu ada fit & propertest. Rekruitmen kepala sekolah ini sangat berbeda dengan rekruitmen di jabatan pemkot lain. Kalau ada kesalahan rekruitmen kepala dinas, kepala badan dll, maka paling tidak dia akan merusak pelayanan publik yang mestinya prima. Tapi kalau terjadi kesalahan rekruitmen kepala sekolah, maka bisa berdampak merusak masa depan bangsa. Karena dia bisa merusak proses pendidikan para generasi penerus bangsa ini.
5. Kelima, membangun Manajemen Pengelolaan Sekolah yang baik dan profesional. Dalam konteks ini kita masih sangat prihatin, dalam hal mana kita masih menemukan banyak kepala sekola yang menyusun RAPBS saja masih bingung. Mengelola dana BOS banyak kesalahan dll.
Jika dalam 2-3 tahun ke depan 5 kebijakan itu dilaksanakan, maka jangan heran jika nanti kita dapati di tahun 2010 banyak bermunculan sekolah favorit di setiap kawasan. Sehingga anak-anak kita tidak harus jauh-jauh menempuh perjalanan hanya untuk sekolah, sehingga resiko perjalanannya semakin berkurang. (Wallohu a’lam)
sumber : http://www.jabir-pks.org/
0 Comments:
Post a Comment
<< Home